Jerih payah yang ia lakukan untuk membeli 50 semen yang ingin ia gunakan untuk membangun rumah permanen dan telah susah payah ia angkut menggunakan sepeda motor ke Dusun Kawerewere, Rejeki, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, seketika dialihkan oleh Sudirman (41) untuk membangun Sungai Meno sebagai sumber energi di daerahnya.
Sudirman
♦ Lahir: Palu, 10 Juni 1973
♦ Istri: Zuliana (37)
♦ Anak:
- Muh Khairul Rizal (7)
- Afifah (3)
♦ Pendidikan: Diploma III Arsitektur
Bangunan Fakultas Teknik Universitas Tadulako (2009)
♦ Pekerjaan: Petani kakao
♦ Penghargaan: Penghargaan Energi
Prakarsa 2013 dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Maret 2003, Sudirman yang awalnya membeli semen untuk membuat rumahnya permanen, mengurungkan niatnya dan malah berniat untuk membangun alur air dan bak penampung air dari aliran sungai. Ia berencana untuk membangun PLTM (Pembangkit listrik Tenaga Mikrohidro) di Dusun Kawerewere, tempat tinggalnya.
Meski awalnya keputusan Sudirman dianggap bodoh oleh orangtua dan istrinya, hal itu tak membuat semangat runtuh. Ia terus berusaha meyakinkan istri dan orangtuanya dengan melakukan pekerjaan yang ia anggap keputusan yang benar. Ia melakukan hal itu untuk mewujudkan impian kampungnya dapat diterangi oleh lampu.
Hal yang ia lakukan pun mulai dipahami oleh warga di Dusunnya. Mereka mulai membantu dan bahkan menyumbangkan bahan untuk pengerjaan PLTM tersebut. berkat usaha Sudirman dan para warga yang membantu, sebuah kincir kayu berdiameter 50 sentimeter akhirnya mampu menghasilkan listrik dan menerangi 4 rumah termasuk rumah Sudirman yang berjarak 50 meter dari Sungai Meno pada pertengahan Maret.
Sudirman mengganti kincir kayu berdiameter 50 cm menjadi 80 cm kemudian menggantinya lagi dengan kincir kayu berdiameter 150 cm agar dapat menghasilkan listrik yang stabil dan dapat menerangi lebih banyak rumah. Berkat keberhasilan yang ia dapatkan, para warga sepakat untuk membayar iuran guna memperlancar dan membuat listrik semakin berjalan baik dengan mengganti dinamo setiap dua bulan.
Namun Sudirman belum puas karena masih ada 37 rumah yang belum menikmati sumber energi yang ia buat. Maka pada tahun 2008, Sudirman mulai mengganti kincir 150 cm dengan kincir berdiameter 3 meter agar tenaga yang dijalankan cukup untuk menerangi seluruh rumah di Dusunnya. Kehebatan sumber energi yang dibuat oleh Sudirman ini tidak merasakan "Pemadaman bergilir". Listrik di Dusunnya mati jika ada kejadian yang luar biasa seperti banjir bandang. Dan hal itu memakan waktu selama tiga bulan untuk memperbaikinya,
Telah 11 tahun PLTM ini dijalankan oleh Sudirman. Berawal dari rasa yang tidak enak mengenai keadaan Dusunnya yang gelap gulita selama bertahun-tahun, Sudirman dengan kemampuan yang ia miliki dan pengetahuan yang ia dapatkan di bangku SMA ia terapkan secara otodidak untuk membuat kincir yang dapat digerakkan oleh peristiwa alam yaitu arus sungai. Meski awalnya mengalami kegagalan dari beberapa kali percobaan, hal itu tak menyurutkan semangat Sudirman untuk membebaskan kampunya dari kegelapan. Setelah membuahkan hasil yang baik, Sudirman berkeinginan untuk menurunkan ilmunya kepada daerah lain dan para generasi muda. Jerih payah yang tak mengharap balasan bahkan hingga mengorbankan tabungan yang ia miliki, Sudirman adalah sosok yang membanggakan dan patut menjadi contoh bagi dunia.
Meski awalnya keputusan Sudirman dianggap bodoh oleh orangtua dan istrinya, hal itu tak membuat semangat runtuh. Ia terus berusaha meyakinkan istri dan orangtuanya dengan melakukan pekerjaan yang ia anggap keputusan yang benar. Ia melakukan hal itu untuk mewujudkan impian kampungnya dapat diterangi oleh lampu.
Hal yang ia lakukan pun mulai dipahami oleh warga di Dusunnya. Mereka mulai membantu dan bahkan menyumbangkan bahan untuk pengerjaan PLTM tersebut. berkat usaha Sudirman dan para warga yang membantu, sebuah kincir kayu berdiameter 50 sentimeter akhirnya mampu menghasilkan listrik dan menerangi 4 rumah termasuk rumah Sudirman yang berjarak 50 meter dari Sungai Meno pada pertengahan Maret.
Sudirman mengganti kincir kayu berdiameter 50 cm menjadi 80 cm kemudian menggantinya lagi dengan kincir kayu berdiameter 150 cm agar dapat menghasilkan listrik yang stabil dan dapat menerangi lebih banyak rumah. Berkat keberhasilan yang ia dapatkan, para warga sepakat untuk membayar iuran guna memperlancar dan membuat listrik semakin berjalan baik dengan mengganti dinamo setiap dua bulan.
Namun Sudirman belum puas karena masih ada 37 rumah yang belum menikmati sumber energi yang ia buat. Maka pada tahun 2008, Sudirman mulai mengganti kincir 150 cm dengan kincir berdiameter 3 meter agar tenaga yang dijalankan cukup untuk menerangi seluruh rumah di Dusunnya. Kehebatan sumber energi yang dibuat oleh Sudirman ini tidak merasakan "Pemadaman bergilir". Listrik di Dusunnya mati jika ada kejadian yang luar biasa seperti banjir bandang. Dan hal itu memakan waktu selama tiga bulan untuk memperbaikinya,
Telah 11 tahun PLTM ini dijalankan oleh Sudirman. Berawal dari rasa yang tidak enak mengenai keadaan Dusunnya yang gelap gulita selama bertahun-tahun, Sudirman dengan kemampuan yang ia miliki dan pengetahuan yang ia dapatkan di bangku SMA ia terapkan secara otodidak untuk membuat kincir yang dapat digerakkan oleh peristiwa alam yaitu arus sungai. Meski awalnya mengalami kegagalan dari beberapa kali percobaan, hal itu tak menyurutkan semangat Sudirman untuk membebaskan kampunya dari kegelapan. Setelah membuahkan hasil yang baik, Sudirman berkeinginan untuk menurunkan ilmunya kepada daerah lain dan para generasi muda. Jerih payah yang tak mengharap balasan bahkan hingga mengorbankan tabungan yang ia miliki, Sudirman adalah sosok yang membanggakan dan patut menjadi contoh bagi dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar