Setelah kita membahas mengenai refleksi filsafat manusia bagian satu, sekarang mari kita beralih ke refleksi filsafat manusia bagian dua. Disini saya akan menjelaskan mengenai pengetahuan, inteligensi, afektivitas, dan kebebasan.
1. KNOWLEDGE (PENGETAHUAN)
Gambar 1.1 http://sites.psu.edu/smartblog/wp-content/uploads/sites/15631/2014/10/AAAS-pic-4.jpg |
1.1 Macam-Macam Pengetahuan
- Pengetahuan Indrawi Lahir atau Indrawi Luar: Jika orang dapat mencapai pengetahuan secara langsung melalui penglihatan, pendengaran, pembau, perasaaan, serta peraba setiap kenyataan yang mengelilinginya.
- Pengetahuan Indrawi Batin: Ketika pengetahuan menampakkan dirinya kepada orang dengan ingatan dan khayalan, baik mengenai apa yang tidak ada lagi atau yang belum pernah ada maupun yang terdapat di luar jangkauannya.
- Pengetahuan Perspektif: Ketika pengetahuan muncul secara spontan, memungkinkan orang untuk menyesuaikan dirinya secara langsung dengan situasi yang disajikan. Pengetahuan ini menyatakan dirinya dengan gerakan tangan, tingkah laku, sikap-sikap, tindakan, serta teriakan daripada dengan perkataan yang dipikirkan atau dengan keterangan yang jelas.
- Pengetahuan Refleksif: Ketika pengetahuan itu membuat objektif kodrat dari suatu realitas apapun juga. Pengungkapannya adalah baik dalam bentuk ide, konsep, definisi, serta putusan-putusan maupun dalam bentuk lambang, mitos, atau karya-karya seni.
- Pengetahuan Diskursif: Ketika pengetahuan itu memperhatikan suatu aspek dari benda kemudian suatu aspek yang lain. Ketika pengetahuan itu pergi dan datang dari keseluruhan ke bagian-bagian, dan dari bagian-bagian ke keseluruhan.
- Pengetahuan Intuitif: Ketika pengetahuan menangkap atau memahami secara langsung benda atau situasi dalam salah satu aspeknya, keseluruhan dalam satu bagian, sebab dalam akibat, konsekuensi dalam prinsip, dan sebagainya.
- Pengetahuan Induktif: Bila menarik yang universal dari yang individual
- Pengetahuan Deduktif: Bila menarik yang individual dari yang universal
- Pengetahuan Kontemplatif: Bila mempertimbangkan benda-benda dalam dirinya dan untuk dirinya sendiri
- Pengetahuan Spekulatif: Bila mempertimbangkan benda-benda dalam bayangan-bayangan dan ide-ide, atau konsep-konsep tentang benda-benda itu
- Pengetahuan Praktis: Kalau mempertimbangkan benda-benda menurut dari bagaimana mereka bisa dipergunakan
- Pengetahuan Sinergis: Kalau merupakan akumulasi dari seluruh daya kemampuan dari subjek (yang sedang mengetahui)
2. INTELLIGENCE (KECERDASAN)
Gambar 2.1 Multiple Intelligence http://files.xsusanciciliamath-com.webnode.com/ 200001067-8c3ce8d34e/multiple-intelligences.jpg |
2.1 Pengertian
Istilah intelegensi diambil dari kata intellectus dan kata kerja intellegere (dalam bahasa latin). Kata intellegere terdiri dari kata intus yang artinya dalam pikiran atau akal, dan kata legere yang berarti membaca atau menangkap. Kata intellegere dengan ini berarti membaca dalam pikiran atau akal segala hal dan menangkap artinya yang dalam. Inteligensi adalah kegiatan dari suatu organisme dalam menyesuaikan diri dengan situasi-situasi, dengan menggunakan kombinasi fungsi-fungsi seperti persepsi, ingatan, konseptual, abstraksi, imajinasi, atensi, konsentrasi. Pada tingkat yang lebih tinggi, intelegensi juga dapat diartikan sebagai proses pemecahan masalah-masalah dengan pemikiran abstrak.
2.2 Bentuk-Bentuk Kegiatan Intelektif Manusia
- Pengetahuan Intelektif Paling Rendah (Persepsi): Digerakkan secara tidak sadar dan prareflektif. Misalnya tampak pada refleksi spontan, prasadar, dan prapribadi.
- Pengetahuan Intelektif Penampakan (Aprehensi): Bentuk pengetahuan dimana sudah terdapat kesadaran, meskipun subjek menerima apa yang terjadi pada dirinya secara pasif tanpa diinginkannya. Heidegger dalam pandangan fenomologi eksistensialnya antara lain menyebut kegiatan inteligensi ini sebagai sesuatu penerangan atau satu tindakan penyingkapan dan pemanifestasian.
Gambar 2.2 Martin Heidegger
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons
/2/2c/Heidegger_4_%281960%29_cropped.jpg
|
- Pengetahuan Intelektif Insight:
- Pengetahuan Intelektif Diskursif: Istilah diskursif dari kata di-curres artinya berlari ke berbagai arah melalui induksi, deduksi, refleksi, subjektif-objektif, dan sebagainya. (Leahy, 1993: 132).
- Pengetahuan Intelektif Tahap yang Lebih Tinggi: Keputusan atau keyakinan akan kebenaran atau kesalahan dari hasil penyelidikan tertentu. Putusan ini lebih bersifat reflektif, sebab penguatan atau afirmasi (penetapan yang positif, penegasan, peneguhan) yang diberikan sungguh-sungguh didasarkan pada landasan yang bisa dipertanggungjawabkan.
3. AFFECTION (AFEKTIVITAS)
Gambar 3.1 http://www.indopos.co.id/wp-content/uploads/2014/03/hu72.jpg Afektivitas adalah kemampuan untuk menyatakan emosi |
Cipta (kognisi), karsa (konasi), rasa (afeksi), itulah trias-dinamika, atau manusia sebagai trias-dinamika. Diakui bahwa manusia tidak hanya memiliki kemampuan kognitif-intelektual, tetapi juga afektivitas. Di samping pengetahuan, afektivitas juga membuat manusia berada secara aktif dalam dunianya serta berpartisipasi dengan orang lain dan dengan peristiwa-peristiwa dunianya. Afektivitas berbeda dengan pengetahuan, namun menjadi penggerak atau penyebab dan sekaligus akibat dari proses pengetahuan manusia dalam arti penerapannya dalam bentuk perbuatan atau tindakan. Untuk mencapai afektivitas, subjek harus berada dalam kondisi dimana subjek akan melahirkan kegiatan afektif. Adapun kondisi-kondisi tersebut ialah:
- Pertama, antara subjek dan objek harus ada ikatan kesamaan atau kesatuan itu sendiri, karena ketika tisak ada kesamaan maka tidak akan ada afektivitas.
- Kedua, nilai (baik dan buruk), dalam kondisi ini, ketika objek dipandang memiliki sebuah nilai maka subjek akan melahirkan kegiatan afektif, karena afektivitas itu sendiri adalah berdasar pada kecintaan akan sesuatu maka subjek pada akhirnya akan melahirkan kegiatan afektif untuk menolak atau menerima.
- Ketiga, sifat dasariah dan kecendrungan kognitif, pada kondisi ini subjek akan dalam melakukan sebuah afektif harus ditunjang dengan sebuah sifat dasariah yang akan mendorong sia untuk lebih cenderung berkeinginan akan sesuatu yang akan menimbulkan afektivitas yang sesuai dengan sifat dasariah tersebut.
- Keempat, mengenal adalah kausa dari afektivitas. Dalam proses mengenal subjek akan mengalami kondisi dimana dia harus berusaha mendefinisikan objek yang akan dikenalinya dan ketika definisi tentang objek tersebut telah tercapai maka pada akhirnya akan lahir keputusan afektif.
- Kelima, Imajinasi. Untuk menimbulkan kegiatan afektif maka imajinasi dapat menjadi sebuah pendorong, semangat, memengaruhi, bahkan membohongi.
4. FREEDOM (KEBEBASAN)
Gambar 4.1 http://dakwahmedia.com/wp-content/uploads/2015/02/freedom.jpg |
4.1 Pengertian
Manusia mungkin akan merealisasikan dirinya secara penuh jika ia bebas. Gagasan kebebasan semacam ini selalu aktual dalam hidup manusia selain karena kebebasan merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari diri manusia, juga karena kebebasan itu dalam kenyataannya merupakan suatu yang bersifat "fragile" (bersifat sensitif dan rapuh). Manusia adalah makhluk yang bebas, namun sekaligus manusia adalah makhluk yang harus senantiasa memperjuangkan kebebasannya. "Freedom is Self Determination". Berdasarkan pengertian itu dapat dikatakan bahwa kebebasan merupakan sesuatu sifat atau ciri khas perbuatan dan kelakuan yang hanya terdapat dalam manusia dan bukan pada binatang atau benda-benda.
4.2 Tiga Bentuk Kebebasan Menurut Louis Leahy
Manusia mungkin akan merealisasikan dirinya secara penuh jika ia bebas. Gagasan kebebasan semacam ini selalu aktual dalam hidup manusia selain karena kebebasan merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari diri manusia, juga karena kebebasan itu dalam kenyataannya merupakan suatu yang bersifat "fragile" (bersifat sensitif dan rapuh). Manusia adalah makhluk yang bebas, namun sekaligus manusia adalah makhluk yang harus senantiasa memperjuangkan kebebasannya. "Freedom is Self Determination". Berdasarkan pengertian itu dapat dikatakan bahwa kebebasan merupakan sesuatu sifat atau ciri khas perbuatan dan kelakuan yang hanya terdapat dalam manusia dan bukan pada binatang atau benda-benda.
4.2 Tiga Bentuk Kebebasan Menurut Louis Leahy
Gambar 4.2 Louis Leahy |
- Kebebasan Fisik: Ketiadaan paksaan fisik. Artinya adalah tidak adanya halangan atau rintangan-rintangan eksternal yang bersifat fisik atau material.
- Kebebasan Moral: Ketiadaan paksaan moral hukum atau kewajiban. Kebebasan moral berbeda dengan kebebasan psikologis. Namun keduanya memiliki hubungan yang sangat erat. Kebebasan moral moral mengandaikan kebebasan psikologis, namun jika ada kebebasan psikologis, belum tentu ada kebebasan moral. Kebebasan moral dapat dibatasi dengan pemberian larangan atau pewajiban secara moral.
- Kebebasan Psikologis: Ketiadaan paksaan secara psikologis. Mempunyai kemampuan untuk mengarahkan hidupnya, kebebasan berkehendak dan memilih.
Gambar 4.3 Salah satu bangunan di Universitas Indonesia, tempat Leahy berprofesi sebagai pemberi masukan di Departemen Filsafat |
- Disarikan Binusmaya Pertemuan ke-5. (26-27 Mar 2015) GSLC. Human Philosophical Reflections 2 Knowledge, Intelligence, Affection, and Freedom. Copyright 2002 by The McGraw-Hill Companies, Inc. All rights reserved
- Disarikan KBBI. KBBI Online ini dikembangkan oleh Ebta Setiawan copyright 2012-2015 versi 1.4. Database utama merupakan Hak Cipta Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemdikbud (Pusat Bahasa)) http://kbbi.web.id/afirmasi
- Disarikan Wikipedia. Halaman ini terakhir diubah pada 30 April 2013, pukul 09:51. Teks tersedia dibawah Lisensi Atribusi-Berbagi Serupa Creative Commons) http://id.wikipedia.org/wiki/Afektivitas
- Disarikan Wikipedia. Halaman ini terakhir diubah pada 14 mei 2011, pukul 15:27. Teks tersedia dibawah Lisensi Atribusi-BerbagiSerupa Creative Commons) http://id.wikipedia.org/wiki/Louis_Leahy