Zaman sekarang mencari orang jujur saja susah apalagi mencari seorang yang peduli terhadap lingkungan. Cerita tentang penyelamat ekosistem di Selat Bali ini diambil dari koran Kompas pada kolom "Sosok" yang diterbitkan pada hari Senin, 27 Oktober 2014. Bacalah cerita selengkapnya.
Ikhwan Arief
*Lahir: Banyuwangi, Jawa Timur, 6 April 1984
*Istri: Ayu Kusuma Dewi
*Anak:
-Alvin Nurhikam El Arief
-Naufal Arief
-Asya Azzahra
*Pendidikan:
-S1 Jurusan Hukum Islam Fakultas Agama Islam Universitas Islam Malang
-S2 Jurusan Manajemen Pendidikan Islam Institut Agama Islam Ibrahimy Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur
*Pekerjaan: Pengajar Madrasah Ibtidaiyah Nurul Karim di Desa Bangsring, Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi
Seorang pria bernama Ikhwan Arief yang berusia 30 tahun mengembangkan swadaya menyelamatkan terumbu karang Selat Bali di Desa Bangsring, Kecamatan Wongsrejo, Banyuwangi, Jawa Timur. Berkat kemahiran dalam berkomunikasi, ia berhasil mengajak para nelayan yang awalnya pengguna bom kemudian menjadi pelestari lingkungan.
Dalam waktu sekitar enam tahun, Ikhwan berhasil mengajak sekitar 200 nelayan untuk menjadi pelestari lingkungan. Awalnya ia mengajak nelayan yang merupakan pemasok ikan hias untuk keluarganya.
Seusai Ikhwan selesai menimba ilmu di Universitas Islam Malang, Jawa Timur, ia pulang kampung dan mendapati ekosistem di Pantai Bangsring rusak. Dia menyelam dan menemukan 80% lebih terumbu karang di pantai itu telah hancur karena bom. Oleh karena itu ikan hias sulit didapatkan. Dan melihat hal itu, Ikhwan berinisiatif untuk memulai gerakan mengembalikan ekosistem Selat Bali di Desa Bangsring.
Mengajak nelayan berkumpul bukan perkara mudah, karena mereka sibuk mencari nafkah. Lima nelayan yang mencoba menangkap ikan tanpa bom awalnya kecewa karena hasil tangkapan mereka berkurang. Ikhwan pun terus menyemangati mereka sehingga mereka mahir menangkap tanpa memakai bom. Setelah itu Ikhwan membentuk komunitas nelayan bernama Samudera Bhakti. Komunitas ini kemudian menanam terumbu karang secara swadaya.
Hanya dengan pipa paralon, tali senar, tenaga, dan niat para nelayan, Samudera Bhakti bisa membangaun terumbu karang tanpa perlu mengeluarkan uang banyak. Paralon mereka rangkai hingga menjadi bingkai bujur sangkar. Di sepanjang batang paralon itulah tali senar dipasang sehingga membentuk jaring di dalam bingkai. Di titik sela-sela lubang jaring itu lalu diselipkan semen dari demplot bibit terumbu karang.
Setelah itu nelayan berlayar ke tengah laut, kemudian menyelam untuk meletakkan terumbu karang buatan mereka tersebut ke dasar laut. Kotak-kotak itu disusun dan dirangkai sehingga menjadi apartemen ikan. Modal membuat terumbu karang buatan itu didapat dari sumbangan nelayan. Dana juga mereka peroleh dari sistem adopsi terumbu karang dan siapa pun bisa berpartisipasi dengan menyumbang sebesar Rp. 100.000,00 untuk membuat terumbu karang buatan.
Zona konservasi yang dibuat oleh nelayan Samudera Bhakti seluas sekitar 5 hektar di Selat Bali. Nelayan dilarang menangkap ikan di zona tersebut. Setelah enam tahun hasil tangkapan ikan melimpah walau tanpa menggunakan bom dan ikan langka pun banyak didapat. Para nelayan pun menularkan gerakan penyelamatan ekosistem kepada para siswa SD hingga SMA.
Ikhwan melakukan penyelamatan ekosistem dikarenakan ia merasa bersalah atas tradisi nelayan di kampungnya. Dia lahir dan besar di Bangsring sebuah desa di tepi Selat Bali yang banyak menghasilkan ikan hias untuk ekspor. Sewaktu kecil para nelayan yang menangkap ikan banyak yang menjual ke ayahnya.
Gerakan yang Ikhwan lakukan tidak ada timbal balik berupa materi. Ikhwan memperoleh kepuasan tersendiri ketika melihat ratusan ikan berenang di Selat Bali ketika ia menyelam. Ia juga merasa lega nelayan bisa hidup lebih baik dan mendapatkan hasil tangkapan yang melimpah tanpa merusak lingkungan.
Ikhwan kini mengajar di Madrasah Ibtidaiyah di Desa Bangsring. Ia memilih hidup di tengah-tengah nelayan agar impiannya terwujud. Harapannya adalah membuat dana beasiswa abadi bagi anak-anak nelayan dengan cara menanami jalur di tepi jalan desa dengan pohon yang bernilai ekonomi. Jika pohon itu telah berbuah atau sudah besar bisa dipetik atau ditebang untuk biaya sekolah anak-anak nelayan.
Ikhwan Arief merupakan sosok yang langka di dunia zaman sekarang. Ia merupakan sosok yang patut ditiru dan patut diberikan apresiasi. Bahkan ia tak pantang menyerah untuk terus mengajak para nelayan untuk meninggalkan bom dan memulai untuk melestarikan lingkungan. Dengan waktu yang cukup lama, akhirnya ia mampu mengajak para nelayan dan membantu mereka untuk mendapatkan hidup yang lebih baik. Betapa mulianya hati Ikhwan Arief, karena tak hanya membantu melestarikan lingkungan, ia juga memiliki rencana untuk memberikan beasiswa abadi untuk para anak nelayan dengan menanam pohon. Kecintaan dan kepedulian Ikhwan Arief terhadap lingkungan ini semoga dapat menjadi tuntunan kita agar lebih peduli terhadap alam. Dan semoga pemerintah dapat lebih memperhatikan orang-orang seperti Ikhwan dan dapat membantu menunjangn apa yang telah ia kerjakan, agar hasil yang didapat terus berkembang dan bisa menjadi lebih baik lagi kedepannya.