Jangan cepat menyerah, setiap masalah memiliki jalan keluarnya -Rini Suryani-

Jumat, 12 Desember 2014

Menabuh Perkusi, Menabuh Semangat -Koran Kompas-



Kamis, 27 November 2014

Musik bisa dihasilkan darimana saja, termasuk barang-barang bekas. Kumpulan barang bekas yang didentumkan sehingga menghasilkan musik ini disebut perkusi. Di bawah ini kisah Herdy Aswarudi seorang seniman yang mau mengajarkan anak jalanan untuk mengenal musik dan berkreasi dengan alat-alat perkusi.


Herdy Aswarudi

Lahir: Jakarta, 2 Oktober 1971

Istri: Mahrani 

Anak: 

- Bilqis Sixmill (14)

- Indiz Zilkalam (13)

- Aliah Banat Janat (11)

- De Rizq Sky Alquds (3)

Sekolah: 

- SDN Maarif, Grogol, Jakarta Barat

- SMPN 88 Slipi, Jakarta Barat

Prestasi: 

- Medali emas kejuaraan pencak silat nasional di Bali mewakili perguruan silat Tapak Suci (saat SMP kelas 1) 
- 10 besar lomba lari maraton Proklamathon (1982)


       Seorang lelaki berumur 43 tahun bernama Herdy Aswarudi mengajari ratusan anak jalanan dan anak putus sekolah bermain perkusi menggunakan berbagai barang bekas. Herdy membagi tekniknya melalui Rumah Belajar Keluarga Anak Langit yang berlokasi di tepi Sungai Cisadane, tepatnya di samping Rumah Duka Boen Tek Bio di Jalan Akses Tanah Gocap, Tangerang, Banten. Herdy mendirikan rumah belajar ini 11 tahun lalu. Pada rumah belajar ini Edy membangun enam saung bambu yang berdiri di antara pepohonan. Tak hanya perkusi yang diajarkan di rumah belajar Herdy, ia juga mengajar mengaji, menulis, membatik, dan mendaur ulang barang bekas tanpa dipungut biaya.
    Herdy akrab dipanggil kak Edy oleh anak-anak yang ia ajarkan. Edy Bonetski terinspirasi mendirikan Rumah Belajar Keluarga Anak Langit dari kisah Uwais Al-Qarni, anak muda yang hidup pada zaman Nabi Muhammad. Al-Qarni menjalani kesehariaan dengan mengumpulkan anak-anak untuk belajar. Edy melakukan hal yang sama sejak tahun 1996. Ia mulai dari persimpangan lampu merah, pasar, dan emperan toko. 
     Rumah belajar Edy selalu ramai oleh berbagai kalangan. Edy dan anak-anak didiknya sering diundang untuk pentas dan uang hasil pentas itulah untuk kehidupan sehari-hari mereka. Anak-anak yang telah sukses juga membantu memberi beasiswa terhadap anak-anak di rumah belajar Edy. Anak-anak didik Edy banyak yang telah hidup mandiri sebagai pemilik toko bunga, menjadi ahli teknologi informasi, dan menjadi seniman.
      Masa lalu Edy dimulai dengan ia sebagai pengamen, penjual koran, dan tukang semir sepatu. Ia pun belajar perkusi secara otodidak. Edy bukan berasal dari keluarga tidak mampu. Ayahnya, Warsidin, seorang mantri yang bekerja di poliklinik perusahaan swasta juga seorang guru mengaji yang sering memberikan pengobatan gratis kepada orang yang membutuhkan. Ibu Edy menjadi tenaga kerja wanita yang kerap bekerja di luar negeri. 
       Anak jalanan sulit mendapatkan pendidikan karena rumitnya mengakses pendidikan. Oleh karena itu Edy berbagi dengan memberikan pendidikan gratis untuk membantu anak jalanan yang tidak memiliki akta kelahiran atau kartu keluarga maupun keperluan pendidikan lainnya. Dalam perkusi pun Edy menanamkan nilai-nilai tanggung jawab dan kebersamaan. Dan Edy mengajarkan tidak dengan memarahi tetapi dengan menegur agar anak didiknya memiliki kesadaran sendiri.
       Beberapa pekan lalu pada pertemuan di Jakarta, Edy mempraktikkan permainan perkusi dengan menggunakan tempat sampah berbahan logam. Bunyi yang dihasilkan dari permainan perkusi Edy jika direkam dengan recorder, hasilnya seperti memukul drum. Dan dengan perkusi siapa saja bisa bermain musik dengan biaya murah dan mendapatkan kesenangan. 
        Edy mendirikan rumah belajar pada tahun 2003, rumah itu berdiri di lahan pemerintah daerah di Jalan Jenderal Sudirman No. 1, Cikokol, Tangerang dengan menggunakan uang Rp. 340.000 hasil ngamen. Satu tahun kemudian lahan tersebut digunakan untuk pusat perbelanjaan mewah. Meski tergusur, Edy tidak patah semangat dan akhirnya ia tetap melanjutkan niatnya dengan membangun rumah belajar di tepi Sungai Cisadane, tempatnya mengajar yang sekarang.

Herdy Aswarudi, meski dari orangtua yang terbilang mampu ia tetap berkeinginan mencoba mencari uang sendiri dengan berbaur dengan anak jalanan, pengamen, dan tukang semir sepatu semasa kecil. Berkat didikan orangtuanya yang juga memiliki hati mulia, Edy menjadi seseorang yang punya hati besar membantu para anak jalanan, pengamen, dan anak-anak kurang mampu lainnya. Tanpa pamrih ia mengajarkan ilmu bermanfaat kepada ratusan anak kurang mampu hingga mereka meraih kesuksesan. Semoga apa yang dilakukan oleh Edy dapat menjadi contoh untuk kita semua.